MediaInvestasi.id – Risiko Investasi Saham Gula, Investor Wajib Paham Ini!. Investasi pada saham Perseroan mengandung berbagai risiko. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam Saham Yang Ditawarkan oleh Perseroan dalam Penawaran Umum Perdana Saham ini, calon investor diperingatkan bahwa risiko ini mungkin melibatkan Perseroan, lingkungan di mana Perseroan beroperasi, saham Perseroan dan kondisi Indonesia.
Oleh karena itu, calon investor diharapkan untuk membaca, memahami dan mempertimbangkan seluruh informasi yang disajikan dalam Prospektus ini, termasuk informasi yang berkaitan dengan risiko usaha yang dihadapi oleh Perseroan dalam menjalankan kegiatan usahanya, sebelum membuat keputusan investasi yang menyangkut saham Perseroan.
Seluruh risiko disajikan dalam Prospektus ini mungkin memiliki dampak negatif dan material terhadap kinerja Perseroan secara keseluruhan, termasuk kinerja operasional dan keuangan, dan mungkin memiliki dampak langsung terhadap harga perdagangan saham Perseroan, sehingga dapat mengakibatkan calon investor mungkin kehilangan seluruh atau sebagian dari investasinya.
Risiko Investasi Saham Gula
Risiko-risiko usaha dan umum yang belum diketahui Perseroan atau yang dianggap tidak material dapat juga mempengaruhi kegiatan usaha, arus kas, kinerja operasi, kinerja keuangan atau prospek usaha Perseroan.
Penjelasan mengenai risiko usaha ini berisi pernyataan perkiraan ke depan yang berhubungan dengan kejadian yang mengandung unsur kejadian dan kinerja keuangan di masa yang akan datang. Apabila terjadi perubahan kondisi perekonomian, sosial dan politik secara global, terdapat kemungkinan harga saham Perseroan di pasar modal dapat turun dan investor dapat menghadapi potensi kerugian investasi.
Risiko-risiko yang diungkapkan berikut ini merupakan risiko-risiko yang material bagi Perseroan. Risiko usaha dan risiko umum telah disusun berdasarkan pembobotan risiko yang memberikan dampak paling besar hingga dampak paling kecil terhadap kinerja usaha dan kinerja keuangan Perseroan. Risiko yang tercantum dalam Prospektus ini dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, arus kas, kinerja operasional, kinerja keuangan, dan prospek usaha Perseroan.
A. RISIKO UTAMA YANG MEMILIKI PENGARUH YANG SIGNIFIKAN TERHADAP KELANGSUNGAN USAHA PERSEROAN
Risiko Penurunan Ketersediaan Pasokan Gula dan Tebu
Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan tebu dan perdagangan gula, Perseroan bergantung kepada ketersediaan pasokan gula dan tebu. Dalam melakukan perdagangan gula, Perseroan memperoleh gula dari pemasok gula dan Perseroan memperoleh pasokan tebu yang berasal dari perkebunan yang dijalankan Perseroan.
Dalam satu tahun, biasanya musim panen tanaman tebu hanya terjadi selama kurun waktu sekitar 6 bulan pada saat musim kemarau, yaitu sejak bulan Mei sampai dengan bulan November. Selain itu musim panen tanaman tebu memiliki periode yang sama di seluruh pulau Jawa.
Sehingga Perseroan menghadapi faktor musiman dalam memperoleh pasokan gula dan tebu yang menjadi produk utama Perseroan. Dalam hal Perseroan mengalami kelangkaan pasokan gula dan tebu, maka hal tersebut akan membuat Perseroan kesulitan dalam memenuhi permintaan pasar.
Dalam hal Perseroan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan terhadap gula dan tebu, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif pada kinerja operasional dan jika hal tersebut terjadi secara berkepanjangan maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja keuangan dan prospek usaha Perseroan.
B. RISIKO USAHA YANG BERSIFAT MATERIAL BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG YANG DAPAT MEMPENGARUHI HASIL USAHA DAN KONDISI KEUANGAN PERSEROAN
1. Risiko Kenaikan Biaya Perolehan Sumber Gula Bagi Perseroan
Dalam rangka menjaga kinerja Perseroan, biaya perolehan sumber gula yang diperoleh Perseroan dari pemasok merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh Perseroan, dimana dalam hal terjadi kelangkaan gula yang salah satunya disebabkan oleh terjadinya gagal panen tanaman tebu, maka hal tersebut dapat berpengaruh pada peningkatan atas biaya perolehan bahan gula yang ditetapkan oleh pemasok kepada Perseroan.
Apabila biaya bahan baku tersebut meningkat secara signifikan, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap profitabilitas Perseroan terutama bila Perseroan tidak mampu melakukan penyesuaian biaya sumber gula tersebut terhadap harga yang nantinya ditetapkan oleh Perseroan kepada para pelanggannya.
2. Risiko Persaingan Usaha
Sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang perkebunan tebu dan perdagangan gula, Perseroan menghadapi persaingan yang cukup ketat, baik dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun dengan perusahaan swasta.
Adapun dalam melakukan kegiatan perdagangan gula, Perseroan perlu untuk mengikuti beberapa peraturan dan kebijakan pemerintah yang mengatur perdagangan gula. Dengan adanya berbagai ketentuan yang diberlakukan dalam aktivitas perdagangan gula, maka para pelaku usaha perdagangan gula perlu untuk menerapkan strategi yang cukup baik untuk memenangkan persaingan pasar perdagangan gula.
Apabila Perseroan tidak dapat bersaing dalam melakukan perdagangan gula, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif pada kegiatan usaha, kinerja keuangan, kinerja operasional serta prospek usaha Perseroan.
3. Risiko Tidak Diperpanjangnya Sewa Lahan Perkebunan Tebu
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, terutama di bidang perkebunan tebu, Perseroan menjalankan 2 (dua) lahan perkebunan tebu yang seluruhnya berlokasi di Provinsi Banten, dimana salah satunya yaitu yang berlokasi di Desa Kertaraharja dengan luas lahan perkebunan seluas 70 hektar merupakan lahan yang disewa oleh Perseroan dari pihak ketiga.
Dalam hal pada jatuh tempo sewa Perseroan tidak dapat memperpanjang sewa atas lahan perkebunan dimaksud, maka hal tersebut akan mengurangi pasokan tebu yang dibutuhkan oleh Perseroan. Oleh karenanya, Perseroan menghadapi risiko tidak diperpanjangnya sewa lahan perkebunan tebu, dimana jika hal tersebut terjadi, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional, kinerja keuangan, dan keberlangsungan usaha Perseroan.
4. Risiko Investasi atau Aksi Korporasi
Risiko investasi atau aksi korporasi merupakan risiko kerugian Perseroan yang disebabkan oleh kesalahan dalam memutuskan kebijakan investasi atau aksi korporasi. Kebijakan investasi atau aksi korporasi yang baik akan memberikan dampak positif bagi kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
Dalam hal ini, Perseroan berencana untuk melakukan investasi mesin produksi gula dan bangunan pabrik gula dengan menggunakan dana hasil penawaran umum perdana saham. Perseroan berharap dengan dimilikinya mesin dan pabrik produksi gula sendiri, maka hal tersebut akan meningkatkan marjin keuntungan yang dimiliki oleh Perseroan.
Sebagai Perusahaan yang hingga saat ini bergerak dalam bidang perdagangan gula dan tebu, maka aktivitas produksi gula merupakan hal baru yang belum pernah dilakukan oleh Perseroan sebelumnya, sehingga investasi Perseroan terhadap mesin produksi gula dan pembangunan pabrik gula merupakan langkah yang berisiko.
Investasi atau aksi korporasi yang dilakukan Perseroan dapat memberikan dampak yang beragam, dimana keberhasilan hasil aktivitas investasi atau aksi korporasi tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam hal hasil investasi atau aksi korporasi yang diterapkan oleh Perseroan tidak memberikan hasil yang positif bagi kinerja usaha Perseroan sebagaimana yang diharapkan, maka hal tersebut dapat memberikan dampak yang negatif pada kinerja operasional dan keuangan Perseroan di masa yang akan datang.
5. Risiko Kegagalan Perseroan Dalam Memenuhi Peraturan Yang Berlaku Dalam Industrinya
Dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang perkebunan tebu dan perdagangan gula, Perseroan wajib untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perdagangan gula. Dalam melakukan perdagangan gula, setiap pelaku usaha industri gula wajib untuk mematuhi Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2019 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi dan Peraturan No. 07 Tahun 2020.
Dalam hal Perseroan tidak mampu untuk memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku dalam industrinya, maka hal tersebut dapat memberikan dampak negatif pada reputasi, kinerja operasional, kinerja keuangan, dan prospek usaha Perseroan.
6. Risiko Perkembangan Teknologi
Risiko perkembangan teknologi ini muncul sehubungan dengan semakin canggihnya mesin untuk produksi gula yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi gula dalam sisi waktu maupun biaya. Hingga saat ini, Perseroan belum memiliki pabrik dan belum memiliki mesin produksi gula.
Dengan demikian, para pesaing yang mampu untuk memproduksi gula sendiri, memiliki kemampuan lebih untuk menjual produk gula dengan harga yang lebih bersaing dibanding Perseroan. Dengan demikian, dalam hal Perseroan tidak dapat bersaing dalam mengikuti perkembangan teknologi, maka hal tersebut akan berdampak negatif pada kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
7. Risiko Yang Berhubungan dengan Ketenagakerjaan dan Kelangkaan Sumber Daya Manusia
Kegiatan usaha yang dijalankan oleh Perseroan merupakan kegiatan usaha yang bersifat padat karya karena kegiatan usaha dalam bidang perkebunan tebu dan perdagangan gula membutuhkan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang cukup banyak.
Di lain sisi, Perseroan memiliki kewajiban terhadap karyawan seperti gaji, tunjangan tenaga kerja, dan keselamatan kerja dan juga wajib untuk senantiasa memenuhi ketentuan pemerintah terkait dengan ketenagakerjaan, diantaranya mengenai pengaturan upah minimum regional.
Dalam hal Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja sehingga terjadi penurunan jumlah karyawan, penurunan produktivitas, dan/atau pemogokan kerja, dan/atau dalam hal terjadi kelangkaan sumber daya manusia dimana Perseroan tidak mampu untuk mendapatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh Perseroan, maka hal tersebut dapat mengganggu kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
8. Risiko Penurunan Daya Beli Pelanggan Akibat Kondisi Perekonomian Secara Makro atau Global
Dalam hal terjadi penurunan kondisi ekonomi Indonesia secara makro atau global, seperti terjadinya Pandemi Covid-19 yang memberikan dampak negatif kepada hampir seluruh Masyarakat Indonesia, dimana dengan adanya pandemi Covid-19, kondisi ekonomi Indonesia telah mengalami penurunan yang signifikan, dimana tercatat Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia menurun secara signifikan pada tahun 2020 yaitu menjadi -2,07% (yoy) dari tahun 2019.
Oleh karenanya, penurunan kondisi ekonomi tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap daya beli pelanggan Perseroan. Meskipun gula merupakan komoditas yang dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia, dalam hal terjadi penurunan daya beli pelanggan, maka penjualan gula dan tebu Perseroan dapat mengalami penurunan. Dalam hal terjadi penununan daya beli pelanggan, maka, maka hal tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional, kinerja keuangan, dan prospek usaha Perseroan.
9. Risiko Penundaan dan/atau Kegagalan Pembayaran Oleh Pelanggan dan Risiko Likuiditas Perseroan
Sebagai Perusahaan perdagangan gula dan tebu yang membutuhkan modal kerja yang cukup besar untuk dapat menutupi biaya produksinya, maka penundaan dan kegagalan pembayaran produk dari pelanggan dapat memberikan dampak negatif terhadap perputaran modal kerja atau likuiditas Perseroan. Besarnya kebutuhan modal kerja disebabkan oleh sistem pembelian gula dari pemasok yang perlu untuk dilakukan pembayaran dari pemasok sebelum barang dikirimkan kepada Perseroan.
Di lain sisi, Perseroan memberikan piutang kepada pelanggan dengan waktu kurang lebih 2 minggu sampai dengan 1 bulan, terutama bagi pelanggan dari segmen UKM. Oleh karenanya, Perseroan menghadapi risiko penundaan dan/atau kegagalan pembayaran oleh pelanggan dan likuiditas, dimana per 31 Desember 2021, Perseroan memiliki arus kas operasi negatif dan Debt Service Coverage Ratio di bawah 1x, yaitu 0,3x. Oleh karenanya, dalam hal terjadi penundaan dan kegagalan pembayaran produk dari pelanggan Perseroan dan/atau Perseroan mengalami kesulitan dalam mendapatkan sumber pendanaan untuk membiayai modal kerja dan/atau belanja modal, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
10. Risiko Ketergantungan Kepada Pelanggan dan Pemasok Utama
Perseroan memiliki ketergantungan kepada beberapa pelanggan utama pihak ketiga Perseroan, yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap total penjualan Perseroan, yaitu PT Food Station Tjipinang Raya yang memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap total penjualan Perseroan, yaitu 23,2% berdasarkan laporan keuangan audit Perseroan per 31 Desember 2021. Adapun ketergantungan pada pelanggan utama Perseroan dikarenakan oleh pelanggan Perseroan yang loyal dan telah nyaman serta percaya pada produk yang disediakan oleh Perseroan.
Lebih lanjut, Perseroan memiliki ketergantungan kepada beberapa pemasok utama Perseroan, dengan pihak terafiliasi, yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap total harga pokok penjualan Perseroan, yaitu PT Seruling Boga Makmur dan PT Singamas Rajaniaga, yang secara total memberikan kontribusi yang signifikan terhadap total harga pokok penjualan Perseroan, yaitu secara berturut-turut sekitar 65,98% dan 71,11% berdasarkan laporan keuangan audit Perseroan per 31 Desember 2021 dan 2020. Adapun ketergantungan pada para pemasok utama Perseroan terutama disebabkan oleh upaya Perseroan untuk menjaga mutu dan kualitas produk yang disediakan oleh Perseroan.
Oleh karenanya, Perseroan memiliki ketergantungan kepada para pelanggan dan pemasok utama Perseroan dimaksud, dimana jika pelanggan dan pemasok utama tersebut memutuskan untuk tidak melakukan transaksi dengan Perseroan, maka hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya pendapatan Perseroan dan penurunan mutu serta kualitas produk yang disediakan oleh Perseroan, yang pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif pada kinerja operasional, kinerja keuangan, serta kelangsungan usaha Perseroan.
11. Risiko Perubahan Peraturan Terkait Impor
Komoditas gula merupakan salah satu komoditas yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan terkait aktivitas impor. Sebagian produsen pabrik gula dalam negeri memperoleh bahan baku pembuatan gula yang berasal dari aktivitas impor. Selain itu, secara historis jumlah aktivitas impor gula secara volume telah mengalami kenaikan sejak tahun 2015 hingga 2020, dimana berdasarkan artikel Statistik Tebu Indonesia 2020 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, tercatat bahwa volume impor gula Indonesia pada tahun 2015 sebesar 3.370 ribu ton kemudian meningkat menjadi 5.540 ribu ton pada tahun 2020.
Dalam hal terdapat perubahan peraturan terkait aktivitas impor yang mengakibatkan terganggunya kegiatan impor oleh para importir gula, maka hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan harga gula dalam negeri, dimana jika hal tersebut terjadi, hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
12. Risiko Kerusakan Barang
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perseroan menghadapi risiko kerusakan barang, seperti kerusakan kemasan produk yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas produk gula Perseroan. Kerusakan barang diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti kecerobohan dalam pengiriman barang dan kecerobohan dalam menyimpan barang. Dalam hal terjadi banyak kerusakan barang pada produk gula Perseroan, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
13. Risiko Keterbatasan Penggunaan Merek Dagang
Dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam bidang perdagangan gula, Perseroan menggunakan merek dagang produk gula yang dimiliki oleh pemasok gula. Dimana dalam hal ini seluruh produk gula yang diperdagangkan oleh Perseroan, memiliki merek dagang yang dimiliki oleh pemasok gula.
Sehubungan dengan hal tersebut, Perseroan menghadapi risiko dalam hal merek dari produk gula yang diperdagangkan oleh Perseroan memiliki masalah baik secara regulasi maupun reputasi. Dalam hal merek dagang yang dimiliki oleh gula mengalami masalah, maka hal tersebut akan membuat Perseroan mengalami kesulitan untuk menjual produk gula yang merek dagangnya dimiliki oleh pihak tersebut. Sehingga merek dagang yang bermasalah dari pemasok gula akan memberikan dampak negatif terhadap operasional Perseroan.
14. Risiko Kegagalan Perseroan Dalam Mencapai Rencana Bisnis dan Strategi Usaha di Masa Yang Akan Datang
Sejalan dengan rencana penggunaan dana hasil Penawaran Umum Perdana Saham ini, Perseroan berencana untuk melakukan pembangunan pabrik gula yang berlokasi di Desa Tegalpapak, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang akan dimanfaatkan oleh Perseroan untuk produksi gula merah. Adapun hal ini sejalan dengan strategi usaha Perseroan, yaitu membangun dan mengembangkan usaha gula dari hulu ke hilir yang diharapkan akan meningkatkan daya saing dan market share Perseroan sebagai pemasok gula dalam negeri.
Namun, mengingat Perseroan belum memiliki pengalaman dalam membangun dan/atau menjalankan pabrik produksi gula dan walaupun Perseroan akan senantiasa melaksanakan yang terbaik dalam rangka mencapai rencana bisnis dengan mengimplementasikan strategi-strategi usaha, Perseroan tidak dapat menjamin bahwa di masa yang akan datang rencana bisnis serta strategi usaha tersebut akan tercapai dengan sukses.
Oleh karenanya, Perseroan menghadapi risiko kegagalan dalam mencapai rencana bisnis dan strategi usaha, dimana jika hal ini terjadi, maka hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional, kinerja keuangan, dan prospek usaha Perseroan.
15. Risiko Keusangan Persediaan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Perseroan menyimpan gula untuk diperdagangkan di gudang Perseroan yang terekspos oleh risiko sistemik, seperti banjir dan gempa bumi, dan risiko non-sistemik, seperti kerusakan atau penurunan nilai yang disebabkan oleh kondisi penyimpanan yang mungkin kurang kondusif atau keusangan yang tejadi akibat lamanya periode penyimpanan.
Oleh karenanya, Perseroan menghadapi risiko keusangan persediaan yang disebabkan oleh hal-hal sebagaimana disebutkan di atas, dimana jika hal tersebut terjadi, maka hal tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
C. RISIKO UMUM
1. Risiko Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Asing
Risiko nilai tukar merupakan risiko usaha yang terjadi akibat adanya fluktuasi nilai tukar mata uang asing. Perseroan dalam melakukan kegiatan usahanya, sebagian besar menggunakan mata uang Rupiah, sehingga Perseroan tidak merasakan pengaruh yang signifikan terhadap pengaruh fluktuasi nilai tukar mata uang asing.
Namun demikian, terdapat beberapa transaksi Perseroan yang dilakukan dengan mata uang asing, termasuk diantaranya pengadaan untuk rencana pembelian mesin produksi gula, sehingga dalam hal terjadi perubahan kurs valuta asing, maka hal tersebut akan berdampak pada kinerja keuangan Perseroan.
2. Risiko Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Dalam melakukan kegiatan usaha dalam bidang perkebunan tebu dan perdagangan gula, Perseroan harus melakukan pemenuhan izin dan peraturan yang berlaku. Pemenuhan izin dan peraturan yang berlaku dapat berkaitan dengan berbagai hal seperti lingkungan, kesehatan, ketenagakerjaan, perpajakan, keamanan, dan lain-lain.
Dalam hal, Perseroan lalai dalam memenuhi semua izin dan peraturan yang berlaku, maka Perseroan dapat dikenakan sanksi seperti denda, hukuman, penarikan produk, dan sanksi lainnya, dimana jika hal tersebut terjadi, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, kinerja operasional, dan kinerja keuangan Perseroan.
3. Risiko Tuntutan atau Gugatan Hukum
Risiko tuntutan atau gugatan hukum merupakan risiko yang timbul akibat kelalaian atau wanprestasi atas perjanjian yang mengikat Perseroan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Perseroan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga menimbulkan tuntutan hukum dari pihak ketiga ataupun dengan pihak lain yang terikat dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian yang dimiliki Perseroan dapat meliputi perjanjian kontrak dengan kontraktor dan pelanggan Perseroan. Dalam hal Perseroan memperoleh tuntutan atau gugatan hukum dan Perseroan tidak dapat menyelesaikan tuntutan atau gugatan hukum dimaksud, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap reputasi serta kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
4. Risiko Perubahan Kebijakan Pemerintah
Gula sebagai salah satu komoditas pangan strategis dalam perekonomian Indonesia banyak diatur oleh pemerintah baik dari segi produksi, penjualan, maupun distribusinya. Pihak terkait yang berwenang dalam penentuan kebijakan diantaranya adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koordinator Perekonomian. Salah satu kebijakan Pemerintah yang relevan dengan kegiatan usaha Perseroan adalah kebijakan Pemerintah tentang harga acuan penjualan untuk perdagangan gula di mana dalam hal ini adalah Peraturan No. 07 Tahun 2020.
Dalam Peraturan No. 07 Tahun 2020 tersebut, harga acuan penjualan gula merupakan harga yang disarankan oleh Pemerintah untuk digunakan oleh pelaku usaha industri gula. Dalam hal harga gula beredar dalam tingkat perdagangan tidak sesuai dengan harga acuan, maka Pemerintah akan melakukan tindakan penyesuaian harga sehingga harga gula di pasar sesuai dengan harga acuan.
Dalam hal Perseroan tidak mampu melakukan adaptasi dan/atau penyesuaian secara cepat dan tepat terhadap kebijakan pemerintah termasuk terhadap perubahan harga acuan ini, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, kinerja operasional, profitabilitas dan kinerja keuangan Perseroan.
5. Risiko Bencana Alam dan Kejadian Di Luar Kendali Perseroan
Kejadian bencana alam seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, dan bencana alam lainnya yang mungkin terjadi dapat mengganggu kegiatan usaha Perseroan, dimana jika hal tersebut terjadi, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, kinerja operasional dan kinerja keuangan Perseroan.
6. Risiko Kenaikan Tingkat Suku bunga
Dalam menjalan kegiatan usahanya, Perseroan memperoleh pendanaan baik dari perbankan maupun dari perusahaan pembiayaan. Oleh karenanya, dalam hal terjadi kenaikan tingkat suku bunga, maka hal tersebut dapat mengakibatkan naiknya suku bunga yang dibebankan oleh kreditur kepada Perseroan, dimana hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya biaya pinjaman yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan profitabilitas Perseroan.
D. RISIKO BAGI INVESTOR
1. Risiko Tidak Likuidnya Saham Yang Ditawarkan Pada Penawaran Umum Perdana Saham
Meskipun Perseroan akan mencatatkan sahamnya di BEI, tidak ada jaminan bahwa pasar untuk saham Perseroan yang diperdagangkan tersebut akan aktif atau likuid, karena terdapat kemungkinan mayoritas pemegang saham tidak memperdagangkan sahamnya di Pasar Sekunder.
2. Risiko Fluktuasi Harga Saham Perseroan
Setelah Penawaran Umum Perdana Saham Perseroan, harga saham akan ditentukan sepenuhnya oleh tingkat penawaran dan permintaan Investor di BEI. Perseroan tidak dapat memprediksi tingkat fluktuasi harga saham Perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham. Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan harga saham Perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham:
- Perbedaan antara realisasi kinerja Perseroan dengan yang diekspektasikan para Investor;
- Perubahan rekomendasi para analis pasar modal;
- Perubahan kondisi perekonomian Indonesia;
- Perubahan kondisi politik Indonesia;
- Penjualan saham oleh pemegang saham mayoritas Perseroan atau pemegang saham lain yang memiliki tingkat kepemilikan signifikan; dan
- Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan dan prospek usaha Perseroan.
3. Risiko Kebijakan Dividen
Pembagian dividen diputuskan berdasarkan keputusan RUPS tahunan yang mengacu pada laporan keuangan Perseroan, dengan mempertimbangkan:
- Perolehan laba bersih
- Jika terjadi kerugian bersih, maka hal tersebut akan menjadi pertimbangan RUPS untuk tidak membagikan dividen;
- Kebutuhan untuk modal kerja dan belanja modal di masa yang akan datang; dan
- Kebutuhan untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang.
4. Risiko Sehubungan dengan Gagalnya Sistem Penawaran Umum Elektronik
Penawaran Umum Perdana Saham ini menggunakan Sistem Penawaran Umum Elektronik berdasarkan Peraturan OJK No. 41/2020 dan SEOJK No. 15/2020 yang akan memfasilitasi investor untuk melakukan pemesanan dan/atau pembelian Saham Yang Ditawarkan. Dalam hal terjadi kegagalan dalam Sistem Penawaran Umum Elektronik yang mengakibatkan sistem tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya untuk melaksanakan rekonsiliasi dan validasi dana, pemesanan, alokasi penjatahan, pengalihan dana, dan/atau distribusi saham dengan baik, maka hal tersebut akan memberikan dampak negatif terhadap pemangku kepentingan Perseroan yang terlibat dalam pelaksanaan Penawaran Umum secara Elektronik, termasuk para investor.
(red/mii)